Pages

Bagja

Bagja

Tuesday 25 June 2013

Pramuka Sukarela, Jangan Dipaksa

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhammad Nuh, kembali menegaskan bahwa kegiatan Pramukan akan menjadi keigatan ekstrakurikuler wajib di sekolah berdasarkan kurikulum 2013. Hal ini dikatakan Nuh dalam konferensi pers seusai Rapat Terbatas Kabinet di kantor Presiden, Selasa, 2 April lalu.

Menurut Nuh, tujuan belajar dan mengajar dalam kurikulum 2013 dirancang dapat dicapai melalui kegiatan kurikuler, ekstrakurikuler dan kokurikuler. Desain tersebut mengharuskan pemerintah memilih sebuah kegiatan ektrakurikuler yang wajib disediakan oleh seluruh sekolah di Indonesia. Kegiatan ektrakurikuler yang akhirnya dipilih oleh pemerintah adalah Pramuka.
Pramuka dipilih karena dianggap memiliki program yang tepat untuk membangun nilai-nilai yang ingin dicapai oleh pemerintah melalui pendidikan kurikulum 2013. Pramuka dianggap telah terbukti dapat mengajarkan nilai leadership dan kebersamaan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di tingkat global di dunia.
Pramuka juga dipandang sebagai kegiatan yang bisa dilakukan oleh segala kelompok umur. Dengan adanya Pramuka di berbagai jenjang pendidikan tersebut, Nuh berharap kegiatan Pramuka bisa menjadi jembatan yang dapat menjahit seluruh nasional.
Bertentangan dengan Undang-undang
Sadar atau tidak, kebijakan yang diambil oleh Pemerintah melalui Mendikbud bertentangan dengan Undang-Undang dan Anggaran Dasar Pramuka itu sendiri. UU nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, Bab IV Pasal 20 dengan jelas mengatakan bahwa “gerakan Pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan non politis.” Semangat sukarela yang diamanatkan oleh UU tersebut akan langsung gugur jika kegiatan Pramuka diberi embel-embel wajib di semua jenjang sekolah.
Faktanya, kewajiban mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka menimbulkan keengganan tersendiri bagi siswa. Kegiatan Pramuka menjadi sekedar kegiatan formalitas yang membosankan. Alih-alih membawa semangat menimba ilmu dan memperoleh pengalaman saat akan mengikuti kegiatan Pramuka, siswa yang terpaksa mengikuti kegiatan Pramuka membawa ketakutan dimarahi oleh sekolah atau motivasi untuk memperoleh nilai ektrakurikuler yang baik.
Sementara itu, di sisi lain, ketika Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib, jumlah pesertanya menjadi membludak. Bukannya positif, hal ini justru menjadi problem tersendiri bagi kakak-kakak pembina Pramuka karena perbandingan yang tidak imbang antara pembina dengan peserta. Berbagai materi kepramukaan yang diajarkan dalam pertemuan Pramuka yang dilakukan tidak bisa diserap dengan baik oleh peserta. Kesulitan kakak pembina untuk berinteraksi secara langsung dengan keseluruhan peserta juga menjadi faktor kegiatan Pramuka menjadi kegiatan yang membosankan bagi sebagian peserta.
Tidak diragukan bahwa memang Pramuka dapat mengajarkan leadership, kebersamaan, dan berbagai nilai positif lain yang mungkin masih kurang dalam individu-individu bangsa Indonesia. Namun memaksakan siswa untuk mengikuti kegiatan Pramuka sepertinya bukan ide yang tepat untuk mengajarkan nilai-nilai tersebut. Katakanlah ide tersebut bagus, pelaksanaannya di lapangan membutuhkan usaha yang luar biasa dari berbagai stakeholder Pramuka agar tujuan mulia yang ingin dicapai tidak sekedar mentok di atas kertas.

No comments:

Post a Comment